Bagaimana Hukum minta di Ruqyah

Bagaimana Hukum minta di Ruqyah. Pengertian ruqyah secara terminologi merupakan al-‘udzah (yang dimaksud sebuah perlindungan) digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti panas karena disengat binatang, kesurupan, dan penyakit lainnya. Sedangkan ruqyah bisa di artikan sebagau ayat-ayat suci Al-Qur`an yang dibacakan terhadap orang-orang yang terkena berbagai penyakit dengan mengharap kesembuhan. 

Sedangkan makna  menurut etimologi syariat ruqyah merupakan sebuah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah, untuk mencegah atau mengobati bala dan penyakit yang berasal dari ghaib. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dengan meniup bacaan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yang meruqyah atau yang diruqyah atau melalui media seperti air. Tentunya ruqyah yang paling utama doa dan bacaan yang sudah jelas bersumber dari Al-Qur`an dan as-sunnah. 

Apakah benar tidak boleh untuk di ruqyah? Sehingga tidak akan tercium surga dan tidak bisa masuk surga? ada beberapa dalil dan pendamping yang menyatakan bahwa tidak boleh meminta ruyqah seperti dalam hadits yang tidak sesuai dengan syariatnya, dimana ada 70.000 orang mukmn yang dijamin masuk surga tanpa hisab dan tanpa mendapatkan siksaan, sifat mereka 


Salah satu ciri seorang muslim yang bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab adalah tidak minta diruqyah. Lantas bagaimana Hukum minta di Ruqyah? Sebagaimana dalam penjelasan beberapa hadits yang menjelaskan ciri mereka yang kelak akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Mengapa meminta diruqyah bisa menyebabkan seorang muslim menjadi tidak termasuk dalam golongan yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab? Ada dua pendapat ulama dalam hal ini. Berikut penjelasannya :

Pertama : maksud minta diruqyah di sini adalah minta diruqyah dengan ruqyah syirkiyyah yang mengandung kesyirikan
Haditsnya sebagai berikut :

Kedua : meminta diruqyah (dengan ruqyah syar’iyyah) itu bisa berpotensi mengurangi tawakkal seseorang dan ia akan bergantung kepada peruqyah. Ia merasa apabila tidak diruqyah oleh ustadz fulan, maka tidak sembuh, padahal hakikat ruqyah adalah doa, seharusnya ia lebih berhak untuk berdoa kepada Allah.

Sehingga terdapat kedua pendapat ini, yang lebih menenangkan adalah kita berusaha sebisa mungkin tidak meminta diruqyah oleh orang lain, tetapi kita hendaknya meruqyah diri sendiri dan langsung meminta kepada Allah di waktu dan tempat yang mustajab melalui ayat suci Al-Qur’an yang sudah dianjurkan. Apakah para Ulama menentang hadits ?

Dari dalil-dalil diatas kita mengetahui bahwa bukan hanya ada satu dua ulama yang membolehkan Ruqyah, tapi seluruh ulama telah sepakat (ijma’) akan kebolehannya asalkan hanya melalui ayat-ayat suci yang ada di dalam Al-qur’an.

Orang yang mendalam ilmunya dan memiliki fitrah yang bersih dan selalu berhusnudzan kepada para ulama yang sudah memberikan pendapat melalui dalil dan hadist. Tidak langsung menuding bahwa mereka telah melontarkan fatwa yang bertentangan dengan hadits, karena bagaimanapun para ulama apalagi mereka ulama-ulama mazhab yang telah dikenal berpegang teguh kepada dalil, mustahil membuat fatwa yang tidak bersebrangan dengan ayat atau hadits. 

Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:

وَأَمَّا الرُّقَى بِآيَاتِ الْقُرْآن ، وَبِالْأَذْكَارِ الْمَعْرُوفَة ، فَلَا نَهْي فِيهِ ، بَلْ هُوَ سُنَّة . وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ فِي الْجَمْع بَيْن الْحَدِيثَيْنِ إِنَّ الْمَدْح فِي تَرْك الرُّقَى لِلْأَفْضَلِيَّةِ ، وَبَيَان التَّوَكُّل

“Adapun ruqyah (jampi/mantera) dengan ayat-ayat Al Quran, dan dzikir-dzikir yang ma’ruf (dikenal), maka hal itu tidak dilarang, bahkan sunah. DI antara mereka ada yang mengatakan dalam mengkompromikan dua hadits (yang nampak bertentangan), sesungguhnya pujian untuk meninggalkan ruqyah menunjukkan afdhaliyah (hal yang lebih utama), dan kejelasan tawakkal.”[4]

Setelah menyimak penjelasan diatas, sekarang kita bisa memahami bahwa yang dilarang dalam hadits-hadits itu adalah ruqyah (jampi-jampi) yang tidak syar’i. Karena jampi-jampi itu dalam bahasa Arabnya sebutannya Ruqyah, jadi kalau disebut Ruqyah saja dalam hadits maknanya adalah praktek jampi-jampi yang dilakukan oleh orang Arab saat itu, dan tentu saja jampi-jampi (ruqyah) yang mengandung kesyirikan tidak diragukan lagi keharamannya.

BACA JUGA : TIDAK BISA TIDUR DI MALAM HARI KARENA GANGGUAN JIN

Ruqyah yang syar’i memiliki beberapa ketentuannya tertentu. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut maka ruqyah tersebut tidak syar'i, yakni serupa dengan jampi-jampi yang dilakukan oleh para dukun. Kriteria Hukum minta di Ruqyah yang syar’i (yang sesuai syariat Islam) dijelaskan berikut ini :

  • Bacaan ruqyah dengan menggunakan ayat Al Qur’an, do’a yang syar’i atau yang tidak bertentangan dengan do’a yang dituntunkan.
  • Menggunakan bahasa Arab kecuali jika tidak mampu menggunakannya.
  • Tidak bergantung pada ruqyah karena ruqyah hanyalah sebab yang dapat berpengaruh atau tidak.
  • Isi ruqyah jelas maknanya.
  • Tidak mengandung do’a atau permintaan kepada selain Allah (semisal kepada malaikat, jin, atau makhluk lainnya).
  • Tidak mengandung ungkapan yang diharamkan, seperti celaan.
  • Tidak menyaratkan orang yang diruqyah mesti dalam kondisi yang aneh seperti harus dalam keadaan junub, harus berada di kuburan, atau mesti dalam keadaan bernajis.[14].

Sebagaimana dinukil dari "Fathul Majid", Imam As-Suyuthi berkata, “Ruqyah itu dibolehkan jika memenuhi tiga syarat: Bacaan ruqyah dengan menggunakan ayat Al Qur’an atau nama dan sifat Allah. Menggunakan bahasa Arab atau kalimat yang mempunyai makna (diketahui artinya). Harus yakin bahwa ruqyah dapat berpengaruh dengan izin Allah, bukan dari zat ruqyah itu sendiri.”

Dari kriteria-kriteria di atas dijadikan tolok ukur untuk dapat mengkategorikan mana praktik ruqyah yang benar dan mana yang menyimpang. Jika si pelaku menggunakan mantra-mantra yang tidak jelas maknanya, menggunakan do’a yang tidak dipahami, atau menyembuhkan dengan jalan memindahkan penyakit yang diderita ke hewan, maka hal seperti ini dikategorikan sebagai tindak perdukunan. Lebih terlarang lagi apabila di dalamnya menggunakan jampi-jampi yang jelas-jelas mengandung kesyirikan, meminta tolong pada jin, atau meminta agar kita menyembelih hewan tertentu untuk jin. Yang seperti ini jelas syirik

Ruqyah bisa dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan. Terkadang orang  diruqyah ketika terkena penyakit secara fisik atau psikis saja, padahal sangat penting untuk kita dawamkan/rutinkan ruqyah untuk pencegahan, yaitu ruqyah untuk mencegah dari penyakit, seperti ruqyah yang dibaca mejelang tidur, ba’da shalat atau zikir pagi petang.

Sedangkan hari ini, dalam bahasa yang kita pahami ketika disebut dengan Ruqyah yang dimaksud  bukanlah jampi-jampi itu tapi Ruqyah syar’iyyah, yaitu berobat dengan dibacakan ayat dan dzikir yang bersumber dari ajaran Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam.

Jika yang gagal paham membaca hadits adalah orang awam, mungkin harus banyak-banyak dimaklumi, namanya juga orang awam, kadang memang ngeselin karena bertingkah kayak sudah alim. Tapi ketika ada yang telah bergelar ustadz, tapi masih berkoar-koar melarang bahkan mengharamkan Ruqyah, iya itulah penjelasan Hukum minta di Ruqyah. Karena jika diniatkan untuk hal kebaikan senantisa Allah terus melindungi, jika dirasa apa yang difirkan buruk mak akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan datang. Wallahu a’lam.