Hukum Mengadopsi Anak Non Muslim Menurut Islam
Kartun Anak-anak | Foto : Media Cirebon 

Ruqyah Cirebon- Mengadopsi adalah mengambil ke dalam keluarga seseorang atau anak dari orang tua lain, terutama sebagai akibat dari suatu perbuatan hukum formal. Mungkin anda sering melihat adopsi di sekitar lingkungan anda, jadi bagaimana jika anda benar-benar ingin mengadopsi anak, tetapi anak tersebut berbeda agama dengan anda. Berikut penjelasannya Hukum Mengadopsi Anak non muslim menurut islam:

Hukum Mengadopsi Anak Non Muslim Menurut Islam

Perlu dipahami bahwa di Indonesia, mengadopsi anak berbeda agama dilarang dan tidak diperbolehkan. Alasan di balik larangan tersebut adalah bahwa dalam mengadopsi anak, prinsip utama yang harus diperhatikan adalah kepentingan terbaik bagi anak.

Kepentingan terbaik di sini tidak hanya berbicara tentang kepentingan materi anak, tetapi juga memperhatikan sisi spiritual atau aqidah dan akhlak anak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 39 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun dalam hal-hal tertentu pengangkatan anak yang berbeda agama dapat dilakukan selama telah ada putusan dari pengadilan. 

Maka dalam hal ini orang tua kandung anak dan calon orang tua angkat dapat meminta kepada pengadilan untuk mengesahkan tindakan pengangkatan anak tersebut. Catatan: Tentang perlindungan anak Pasal 39 Ayat 3 Nomor 23 Tahun 2002 bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan calon anak angkatnya.

Hukum Mengadopsi

Mengadopsi Anak bukanlah hal yang tabu di masyarakat. Terutama mereka yang tidak memiliki keturunan atau anak. Maka biasanya langkah yang mereka ambil untuk mengobati perasaan kesepian dan harapan memiliki anak namun belum terwujud adalah mengadopsi anak.

Lalu bagaimana penjelasan dari sudut pandang Islam mengenai kegiatan pengangkatan anak? Apakah diperbolehkan atau dilarang? Untuk lebih jelasnya mari anda simak ulasan artikel di bawah ini, yang dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Qur'an dan hadits.

Hukum Mengadopsi dalam istilah fikih disebut TABANNI, yang diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menjadikan anak orang lain sebagai anak kandungnya. Adopsi sudah dikenal di kalangan masyarakat Arab pada masa jahiliyah, yaitu sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul.

Anak yang diangkat pada saat itu diperlakukan sebagai anak kandung dalam berbagai aspek hukum, misalnya dilimpahkan kepada ayah angkatnya, mewarisi dari ayah angkatnya, mantan istrinya tidak boleh dinikahkan oleh ayah angkatnya.

Hukum Mengadopsi Anak 

Hukum Mengadopsi Anak ini masih diperbolehkan sampai masa awal Islam. Namun kemudian kebolehannya itu nasakh (dihapus) ketika turunnya Al Ahzab ayat 4 dan 5 yang melarang pengangkatan anak muslim secara mutlak. (Tafsir Ibn Katsir, 4/508; Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah, 10/121). Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam melarang adopsi anak dan membatalkan segala akibat hukumnya. 

Allah SWT berfirman artinya:

Dan Allah tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (saja). Itu hanya apa yang kamu katakan di mulutmu. Dan Allah telah mengatakan yang sebenarnya benarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar (TQS Al Ahzab [33]: 4).

Allah SWT juga berfirman:

Menyebut mereka (anak angkat) dengan menggunakan (menyebut) bapak-bapaknya, itu lebih adil di sisi Allah. (TQS Al Ahzab [33]: 5). Dengan ayat-ayat tersebut, Islam telah mengharamkan dan membatalkan tradisi mengangkat anak dan memerintahkan orang yang mengangkat anak agar tidak menganggap anak angkat itu dari dirinya sendiri, melainkan dari ayah biologis anak tersebut (Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah, 10/121).

Oleh karena itu, segala bentuk peraturan dalam hukum positif Indonesia yang membolehkan pengangkatan anak merupakan peraturan kufur yang bertentangan dan bertentangan dengan syariat Islam. 

Misalnya Staatblaad 1917 No. 129 dan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 6 Tahun 1983. Semua peraturan tersebut adalah peraturan kufur sehingga mutlak dilarang untuk diterapkan oleh pemerintah saat ini dan juga dilarang untuk dipraktikkan oleh umat Islam.

Setiap Muslim yang mengamalkan aturan tersebut sambil meyakini kebenarannya dan mengingkari larangan adopsi anak dalam Al-Qur'an, adalah murtad (keluar dari Islam). Adapun orang-orang yang mengamalkannya tetapi tidak meyakini kebenarannya, atau mengingkari larangan mengadopsi anak dalam Al-Qur'an, ia tetap dianggap sebagai seorang Muslim (tidak murtad), tetapi tetap berdosa (kaba`ir). (Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, hal. 44; Imam Dzahabi, Al Kaba`ir, hal. 154-155; Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah, 40/233).

Namun, meskipun Islam melarang pengangkatan anak, Islam tidak melarang suami istri membesarkan anak orang lain bersama mereka, misalnya anak yatim, anak angkat (al laqiith), atau anak fakir atau miskin. Dalam arti, anak hanya mendapat pengasuhan dan pemeliharaan yang layak, tetapi tidak diperlakukan sebagai anak kandungnya sendiri.

Misalnya masih di titipkan kepada ayah kandungnya, masih belum mendapatkan hak waris, masih belum mendapatkan perwalian nikah (jika anak perempuan), dan masih diperlakukan sebagai ajnabi (bukan mahram) jika sudah dewasa jika sudah dewasa. tidak termasuk sebagai mahram bagi suami/istri. (Yusuf Qaradhawi, Al Halal wa Al Haram fi Al Islam, hal. 198-199).

Jika ini masalahnya, itu legal dan tidak ilegal. Karena itu tidak termasuk pengangkatan anak, tetapi termasuk perbuatan memberi pertolongan/pertolongan kepada sesama muslim, yang telah dibenarkan berdasarkan dalil-dalil umum dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Allah SWT berfirman (artinya): 

Dan tolong menolonglah dalam menegerjakan suatu kebaikan dan ketakwaan. (TQS Al Ma'idah [5]: 2).

Nabi SAW bersabda:

Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya selalu menolong saudaranya. (HR Muslim no 2699; Tirmidzi no 1995). Berikut ini adalah syarat dan tata cara pengangkatan anak baik oleh warga negara Indonesia maupun orang asing: Persyaratan umum bagi orang tua

Sehat jasmani dan rohani, Usia minimal 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun 3. Agama sama dengan agama calon anak, Tidak pernah dihukum karena melakukan kejahatan dan berkelakuan baik , Status menikah minimal 5 tahun, Bukan pasangan sesama jenis, Tidak atau belum memiliki anak atau hanya memiliki satu anak

Dalam keadaan ekonomi dan kemampuan social, Sebaikya harus memperoleh persetujuan anak serta izin yang tertulis dari orang tua, Dengan membuat pernyataan tertulis pengangkatan anak demi kepentingan terbaik bagi anak anda, serta kesejahteraan dan perlindungan anak, Ada laporan sosial dari pekerja sosial setempat.

Telah mengasuh calon anak angkat minimal 6 bulan sejak izin orang tua diberikan 13. Memperoleh izin menteri dan atau kepala dinas sosial persyaratan pengangkatan anak asing oleh warga negara Indonesia: Diperoleh tertulis persetujuan dari pemerintah Indonesia, Memperoleh persetujuan yang sudah tertulis dari pemerintah negara asal anak. 

Proses pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia setelah mendapat izin dari menteri yang dilimpahkan kepada kepala dinas sosial di provinsi. Persyaratan adopsi untuk calon orang tua asing:

  • Telah berdomisili secara sah di Indonesia selama 2 tahun
  • Memperoleh persetujuan tertulis dari pemerintah negara pemohon
  • Membuat pernyataan tertulis yang melaporkan perkembangan anak kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Demikian penjeleasan dari saya tentang Hukum Islam Mengadopsi Anak non muslim semoga bermanfaat, terimakasih.