Hukum Melaksanakan Shalat Jumat di Masjid yang Dibangun di Luar Batas Desa
Sholat Jum'at | Foto : Media Cirebon 

Ruqyah Cirebon - Dalam Islam, shalat Jumat adalah salah satu ibadah wajib yang dilakukan oleh umat Muslim. Pelaksanaan shalat Jumat biasanya dilakukan di masjid atau tempat ibadah lainnya yang dipersiapkan oleh umat Muslim di dalam kota atau desa. 

Namun, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk sahnya pelaksanaan shalat Jumat adalah dilaksanakan di daerah yang merupakan pemukiman warga di mana musafir tidak diperbolehkan untuk melakukan rukhsah shalat jama' qashar di dalamnya.

Tidak diwajibkan bagi tempat pelaksanaan shalat Jumat untuk berupa bangunan atau masjid, melainkan bisa dilaksanakan di tanah lapang selama masih berada di dalam batas wilayah pemukiman warga. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Washit menjelaskan hal ini sebagai berikut:

وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يُعْقَدَ الْجُمُعَةُ فِي رُكْنٍ أَوْ مَسْجِدٍ بَلْ يَجُوْزُ فِي الصَّحْرَاءِ إِذَا كاَنَ مَعْدُوْداً مِنْ خِطَّةِ الْبَلَدِ فَإِنْ بَعُدَ عَنِ الْبَلَدِ بِحَيْثُ يَتَرَخَّصُ الْمُسَافِرُ إِذَا انْتَهَى إِلَيْهِ لَمْ تَنْعَقِدْ اَلْجُمُعَةُفِيْهَا

Pelaksanaan shalat Jumat tidak harus dilakukan di surau atau masjid, bahkan dapat dilaksanakan di tanah lapang selama masih berada di dalam batas wilayah pemukiman warga. Namun, apabila berada di luar daerah pemukiman warga dan musafir dapat mengambil rukhsah di tempat tersebut, maka pelaksanaan shalat Jumat di tempat tersebut tidak dianggap sah.

Bagaimana hukum pelaksanaan shalat Jum'at di masjid yang berlokasi di luar batas desa atau pemukiman warga, dengan alasan bahwa masjid tersebut didirikan di luar batas desa karena suatu keperluan tertentu, seperti untuk mendekati sumber air atau keperluan lainnya?

Jika masjid yang didirikan tersebut masih berada di wilayah teritorial desa yang sama, maka pelaksanaan shalat Jum'at di masjid tersebut dianggap sah. Namun, apabila masjid tidak berada di wilayah teritorial desa yang sama, maka pelaksanaan shalat Jum'at di masjid tersebut dianggap tidak sah.

Keputusan tersebut diambil pada Muktamar NU Ke-8 yang diadakan di Jakarta pada tanggal 12 Muharram 1352 H/7 Mei 1933 M. Berikut adalah penjelasannya:

"Pelaksanaan shalat Jum'at di masjid tersebut dianggap boleh dan sah, selama masjid tersebut masih berada di dalam wilayah desa dan masih memenuhi persyaratan tidak diperbolehkannya shalat qashar di tempat tersebut bagi musafir yang sedang bepergian. Namun, apabila masjid tersebut berada di luar wilayah desa tersebut, maka pelaksanaan shalat Jum'at di masjid tersebut dianggap tidak sah."

Jawaban tersebut didasarkan pada keterangan yang terdapat dalam kitab sebagai berikut:

1. Kitab Fathul Mu’in dan I’anatuth Thalibin

وَلَوْ بِفَضَاءَ مَعْدُوْدٍ مِنْهَا بِأَنْ كَانَ فِيْ مَحَلٍّ لاَ تُقْصَرُ فِيْهِ الصَّلاَةُ وَإِنْ لَمْ يَتَّصِلْ بِاْلأَبْنِيَةِ بِخِلاَفِ مَحَلٍّ غَيْرِ مَعْدُوْدٍ مِنْهَا وَهُوَ مَا يُجَوِّزُ السَّفَرُ الْقَصْرَ مِنْهُ

قَالَ اْلأَذْرَعِيّ وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْقُرَى يُؤَخِّرُوْنَ الْمَسْجِدَ عَنْ جِدَارِ الْقَرْيَةِ قَلِيْلاً صِيَانَةً لَهُ عَنْ نَجَاسَةِ الْبَهَائِمِ. وَعَدَمُ انْعِقَادِ الْجُمْعَةِ فِيْهِ بَعِيْدٌ. إهـ

"Meskipun pelaksanaan shalat Jum'at dilakukan di tanah lapang yang masih terhitung sebagai bagian dari daerah tersebut, namun syaratnya adalah bahwa tempat tersebut belum diperbolehkan untuk melakukan shalat qashar bagi musafir, meskipun tidak berdekatan dengan bangunan pemukiman. Namun, berbeda halnya dengan tempat yang tidak terhitung sebagai bagian dari daerah tersebut, yakni tempat yang memenuhi syarat bagi musafir untuk melaksanakan shalat qashar dari tempat tersebut."

"Menurut Imam Al-Adzra'i, kebanyakan penduduk desa menempatkan masjid di belakang tembok atau batas desa guna menjaga agar tidak terkena najis binatang. Oleh karena itu, kesimpulan bahwa pelaksanaan shalat Jum'at di tempat tersebut tidak sah justru sangat jauh dari kebenaran."

2. Kitab Asnal Mathalib

وَقَوْلُ أَبِي الطَّيِّبِ قَالَ أَصْحَابُنَا لَوْ بَنَى أَهْلُ الْبَلْدَةِ مَسْجِدَهُمْ خَارِجَهَا لَمْ تَجُزْ إِقَامَةُ الْجُمْعَةِ فِيْهِ لاِنْفِصَالِهِ عَنِ الْبُنْيَانِ مَحْمُوْلٌ عَلَى انْفِصَالٍ لاَ يُعَدُّ بِهِ مِنَ الْقَرْيَةِ

Abu Thayyib mengatakan bahwa para pengikut Syafi’i berpendapat bahwa tidak sah untuk melaksanakan shalat Jumat di sebuah masjid yang dibangun di luar batas wilayah desa, karena masjid tersebut terpisah dari bangunan-bangunan pemukiman. Namun, pendapat ini hanya berlaku untuk kasus di mana masjid tersebut terpisah dan tidak terhitung sebagai bagian dari desa.

Catatan: Tulisan ini telah diterbitkan sebelumnya pada tanggal 09 Juni 2018 dan telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ruqyah Cirebon. Referensi yang digunakan dalam tulisan ini adalah Kitab Al-Washit karya Imam Al-Ghazali dan Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 142.