Kisah Nabi Muhammad di Sihir Oleh Labid bin Al-Asham

Kisah Nabi Muhammad di Sihir Oleh Labid bin Al-asham – Sihir sudah ada sejak dulu kala, sejak zaman para nabi terdahulu. Ketika di zaman Rasulullah pun juga ada sihir. Seperti yang kita ketahui, sihir adalah upaya yang dilakukan oleh manusia dengan meminta bantuan kepada Jin untuk mencelakai orang lain.

Praktik ilmu sihir yang sudah berlangsung selama ribuan tahun ini biasanya dikarenakan adanya alasan rasa sakit hati dan kebencian kepada orang lain, sehingga mendorong seseorang untuk mengirimkan sihir. Ada begitu banyak metode yang dapat dipakai oleh para tukang sihir untuk mencelakai calon korbannya, ada yang menggunakan rambut dari calon korban, foto, pakaian, barang pribadi, dan lainnya.

Salah satu dalil dalam Al Qur’an yang menyebutkan bahwa sihir itu benar-benar ada dan nyata seperti hal ghaib lainnya adalah surat Al Baqarah ayat 102. Di dalam Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat ke 102 ini telah menjelaskan bahwa sihir itu benar ada dan mencontohkan salah satu bahaya dari sihir yaitu dapat membuat sepasang suami istri bercerai.

Di dalam Al Qur’an surat Al Falaq, Allah subhanahu wa ta'ala menuntun kita untuk senantiasa berlindung kepada-Nya dari berbagai bahaya sihir. Karena sihir dapat menyasar siapa saja, termasuk juga bisa menyerang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dalam Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi Muhammad disihir oleh Labid bin Al-asham.

BACA JUGA: HATI-HATI DI CIREBON BANYAK DUKUN MENGAKU PERUQYAH

Labid bin Al-asham adalah seorang penyihir Yahudi hebat yang berasal dari Bani Zuraiq. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetahui kalau dirinya itu disihir karena diberitahu oleh malaikat. Beliau juga diberitahu di mana tempat Labid bin Al-asham menyimpan media sihirnya.

Sihir yang dikirimkan Labid ini tidak berpengaruh pada akal dan jiwanya Rasulullah, serta tidak mampu untuk membunuh beliau. Namun, Rasulullah berhalusinasi merasa telah mendatangi para istrinya padahal kenyataannya tidak.

Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membayangkan sudah melakukan sesuatu (berhalusinasi mendatangi para istrinya satu per satu), akan tetapi ternyata beliau sama sekali tidak melakukannya.

Kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tak henti-hentinya untuk terus memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wata'ala, sehingga Allah subhanahu wata’ala mengabulkan doa beliau dan menurunkan dua malaikat, yang salah satunya duduk di dekat kepala dan yang satu lagi di dekat kakinya beliau.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan ruqyah dari malaikat Jibril untuk melepaskan diri dari segala macam penyakit. Lalu kepada Sayyidah Aisyah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala telah memberikan jawaban tentang pertanyaan yang pernah beliau ajukan.

Jawaban pertanyaan tersebut telah disampaikan oleh dua malaikat. “Aku kedatangan dua laki-laki, salah seorang duduk di sisi kepalaku, seorang lainnya duduk di sisi kakiku,” kata Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Aisyah. Salah satu malaikat yang berwujud laki-laki itu menjelaskan bahwa Nabi Muhammad di Sihir Oleh Labid bin Al-asham.

Malaikat tersebut mengatakan bahwa Labid bin Al-asham telah  menyihir dengan menggunakan sisir dan juga rambut dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, serta menggunakan juga kulit mayang kurma jantan. Sihir Labid bin Al-asham ini ditempatkan di bawah batu di dalam sumur Dzarwan.

Lalu keesokan harinya, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam memerintahkan Ammar bin Yasir dan beberapa sahabat lainnya untuk pergi ke sumur Dzarwan. Sesampainya disana, mereka menemukan bahwa air di dalam sumur Dzarwan itu berwarna merah kecokelatan seperti warna air perasaan daun pacar sementara kepala mayangnya berbentuk seperti kepala setan.

Ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa gulungan sihir tersebut tetap dibiarkan begitu saja di dalam sumur Dzarwan. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam tidak meminta untuk mengangkat media sihirnya, karena Allah subhanahu wata'ala sudah menyembuhkan beliau dari sihir tersebut.

Beliau juga tidak suka untuk menyebarkan keburukan kepada orang banyak. Kemudia Nabi meminta agar sumur Dzarwan itu ditutup saja. Sementara itu ada riwayat lain yang menyebutkan juga bahwa gulungan sihir tersebut diangkat dari dalam sumur lalu dibakar. Setelah dibakar, gulungan sihir tersebut memperlihatkan tali dengan 11 simpul yang sulit untuk dibuka.

Dan pada saat itu, turunlah wahyu surat Al-Falaq dan surat An-Nas (muawwidzatain) kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Setiap kali Nabi Muhammad membaca kedua surat itu, maka terbukalah satu simpul tali gulungan sihir itu dan demikian begitu seterusnya hingga sebelas kali sampai seluruh simpulnya terbuka.

Sejak kejadian tersebut, ketika sebelum tidur, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam selalu membaca muawidzatain (surat Al-Falaq dan An-Nas) ada juga yang menyebutkan membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Nas sebelum beliau tidur. Bukan tanpa sebab, tujuannya membaca surat-surat tersebut adalah untuk memohon perlindungan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti sihir.

Jika seandainya beliau sedang sakit parah, maka Sayyidah Aisyahlah yang akan membacakan surat-surat tersebut dan mengusapkan tangannya ke tubuh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Kalau sihir sudah menyerang raga dan juga jiwa, maka ruqyah syar'iyah dengan meminta bantuan ustadz atau ulama dapat dilakukan. Ruqyah dengan membaca bacaan ayat-ayat Al Qur'an dan juga doa yang dicontohkan Rasulullah dibaca dengan tartil, jelas, dan tidak merusak makna serta adab-adabnya.

Ruqyah dilakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah subhanahu wata'ala dengan penuh keikhlasan dan semata-mata mengharapkan ridha-Nya. Hanya saja, kita perlu untuk memastikan terlebih dahulu kalau ruqyah tersebut memanglah benar-benar syar'i. Ustadz atau ulama yang melakukan ruqyah pun meruqyah dengan cara yang dicontohkan Al Qur'an dan sunah.

Di dalam The Great Episodes of Muhammad SAW (2017), Said Ramadhan Al-Buthy mengatakan bahwa ketika Nabi Muhammad di Sihir Oleh Labid bin Al-asham, sihirnya tersebut hanya berpengaruh kepada jasad atau tubuh bagian luar saja. Artinya, sihir yang dikirimkan Labid Al-asham itu tidak sampai ‘menyerang’ ke hati, akal, dan juga keimanan.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memanglah maksum, yang berarti bahwa Rasulullah itu terjaga dari kesalahan dan kekurangan dalam menyampaikan syariat Allah subhanahu wata’ala. Akan tetapi, kemaksumannya bukan berarti beliau bisa terbebas dari berbagai macam penyakit dan juga berbagai faktor manusiawi lainnya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihu wasallam juga menderita ketika terkena serangan sihir layaknya manusia biasa lainnya.

Ketika seseorang sedang mengalami sakit keras, maka wajar saja jika orang tersebut diliputi oleh khayalan-khayalan atau bayangan akibat dari sakit yang dideritanya itu. Begitu pun juga dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berhalusinasi membayangkan kalau sudah  melakukan sesuatu tapi kenyataannya itu tidak.

Said Ramadhan Al-Buthy kembali menegaskan bahwa Nabi Muhammad di Sihir Oleh Labid bin Al-asham itu bukanlah aib ataupun kekurangan pada dirinya. Sekali lagi, disebutkan bahwa Rasulullah itu maksum (terjaga dari kesalahan dan kekurangan dalam menyampaikan syariat Allah subhanahu wata’ala). Akan tetapi, kemaksumannya itu ‘tidak berlaku’ dengan hal-hal yang sifatnya keduniawian seperti haus, lapar, sakit, dan yang lainnya.